Dari Dapur ke Kokpit, Sebuah Transformasi Energi
Minyak Goreng adalah komoditas rumah tangga yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun, apa yang terjadi pada minyak setelah berkali-kali digunakan untuk menggoreng? Biasanya, ia berubah menjadi limbah yang dikenal sebagai Minyak Jelantah, yang sering kali dibuang sembarangan, mencemari lingkungan, dan bahkan berbahaya bagi kesehatan jika digunakan ulang secara berlebihan.
Kini, persepsi dan nasib Minyak Jelantah berubah drastis. Di tengah desakan global untuk mengatasi perubahan iklim, limbah dapur ini muncul sebagai pahlawan tak terduga dalam dunia energi. Berkat inovasi teknologi, Minyak Jelantah (atau Used Cooking Oil / UCO) kini menjadi bahan baku utama dalam produksi Avtur Hijau atau Sustainable Aviation Fuel (SAF). Ini adalah revolusi yang menjawab pertanyaan krusial: Apakah benar minyak jelantah bisa menjadi avtur? Jawabannya adalah ya, dan dampaknya bagi keberlanjutan industri penerbangan sangat besar.
1. Minyak Jelantah: Masalah Lingkungan yang Mencari Solusi
Sebelum kita membahas bagaimana Minyak Jelantah bertransformasi menjadi bahan bakar jet, penting untuk memahami masalah yang ditimbulkannya.
Dampak Negatif Minyak Jelantah
-
Pencemaran Lingkungan: Pembuangan sembarangan Minyak Jelantah ke saluran air atau tanah dapat menyebabkan penyumbatan dan merusak ekosistem.
-
Ancaman Kesehatan: Penggunaan kembali Minyak Goreng yang sudah menjadi Minyak Jelantah secara berulang kali menghasilkan senyawa karsinogenik dan radikal bebas yang membahayakan kesehatan tubuh.
Volume Minyak Jelantah yang dihasilkan secara global, terutama dari rumah tangga, restoran, dan industri makanan, sangatlah besar. Mengumpulkan dan mengolah limbah ini adalah langkah pertama menuju solusi ganda: membersihkan lingkungan sekaligus menyediakan sumber energi terbarukan.
2. Inovasi Kunci: Minyak Jadi Avtur (SAF)
Inti dari revolusi ini adalah teknologi canggih yang mampu mengubah lemak dan minyak (termasuk Minyak Jelantah) menjadi bahan bakar hidrokarbon yang setara dengan Avtur konvensional. Inilah konsep dari Minyak Jadi Avtur atau SAF.
Apa itu Sustainable Aviation Fuel (SAF)?
SAF adalah bahan bakar jet yang tidak berasal dari bahan bakar fosil, melainkan dari biomassa seperti minyak nabati, alga, limbah pertanian, atau, yang paling relevan saat ini, Minyak Jelantah. Perbedaan utamanya dengan Avtur biasa adalah pengurangan emisi karbon secara signifikan. SAF, terutama yang berbahan dasar Minyak Jelantah, dapat mengurangi jejak karbon hingga 65% hingga 90% selama siklus hidupnya dibandingkan dengan Avtur fosil.
Proses Hidro-pemurnian (Hydrotreating)
Bagaimana cara Minyak Jelantah menjadi Avtur? Prosesnya melibatkan teknik kimia yang kompleks, yang paling umum disebut Hydro-processed Esters and Fatty Acids (HEFA) atau lebih sederhana, Hydrotreating.
-
Pra-Perlakuan (Pre-treatment): Minyak Jelantah dikumpulkan, disaring, dan dimurnikan untuk menghilangkan kotoran, air, dan zat-zat lain yang tidak diinginkan.
-
Hidrogenasi: Minyak yang sudah dimurnikan dicampur dengan gas hidrogen. Di bawah suhu dan tekanan tinggi serta bantuan katalis, rantai lemak dan trigliserida dalam minyak diputus dan diubah menjadi hidrokarbon parafinik lurus (seperti yang ditemukan pada Avtur konvensional).
-
Isomerisasi dan Fraksinasi: Produk yang dihasilkan selanjutnya dimodifikasi (isomerisasi) untuk meningkatkan sifat aliran dinginnya (penting untuk penerbangan di ketinggian yang sangat dingin) dan dipisahkan menjadi fraksi-fraksi bahan bakar, salah satunya adalah SAF atau Avtur Hijau.
Indonesia, melalui Pertamina, telah menunjukkan kemampuannya menguasai teknologi ini, memproduksi SAF lokal pertama yang menggunakan katalis buatan dalam negeri. Hal ini menandai kemandirian energi dan teknologi yang signifikan.
3. Minyak Jelantah sebagai Tulang Punggung Energi Penerbangan
Kepentingan Minyak Jelantah sebagai bahan baku SAF sangat ditekankan karena dua alasan utama: Sustainability (Keberlanjutan) dan Ketersediaan (Availability).
Mengapa Memilih Minyak Jelantah, Bukan Minyak Goreng Baru?
Ketika industri mencari sumber bahan baku nabati, ada risiko besar yang disebut “persaingan pangan” (food vs. fuel). Jika bahan baku SAF diambil dari Minyak Goreng baru yang masih bisa digunakan untuk konsumsi, maka hal itu dapat mengganggu pasokan pangan dan berpotensi menaikkan harga kebutuhan pokok.
Inilah mengapa Minyak Jelantah menjadi pilihan ideal. Minyak Jelantah adalah limbah, yang artinya pengolahannya tidak bersaing dengan rantai pasok makanan. Pemanfaatan limbah ini menciptakan ekonomi sirkular yang sejalan dengan prinsip keberlanjutan.
Potensi Pasar dan Regulasi Global
Sektor penerbangan global bertanggung jawab atas sekitar 2% dari total emisi karbon buatan manusia. Untuk mencapai target net zero emission pada tahun 2050, industri sangat bergantung pada SAF.
| Jenis Bahan Bakar | Sumber Bahan Baku Utama | Jejak Karbon (vs. Avtur Fosil) | Keterangan |
| Avtur Konvensional | Minyak Bumi (Fosil) | 100% | Emisi CO2 tinggi, sumber tak terbarukan. |
| SAF (Minyak Jelantah) | Minyak Jelantah (UCO) | Pengurangan 65% – 90% | Sumber terbarukan, tidak bersaing dengan pangan. |
| SAF (Minyak Nabati Baru) | Minyak Goreng Baru (misalnya Kelapa Sawit) | Pengurangan 50% – 80% | Risiko persaingan pangan dan deforestasi. |
Maskapai-maskapai besar dunia, termasuk di Indonesia, mulai menguji coba dan menggunakan SAF yang sebagian besar komponennya berasal dari Minyak Jelantah. Ini bukan lagi sekadar proyek penelitian; ini adalah masa depan industri penerbangan yang telah dimulai.
4. Peran Indonesia dalam Ekosistem Minyak Jadi Avtur
Indonesia memiliki posisi strategis dalam revolusi Minyak Jadi Avtur.
Potensi Bahan Baku Melimpah
Sebagai negara dengan populasi besar dan industri makanan yang intensif, potensi pasokan Minyak Jelantah di Indonesia sangat besar. Mengorganisasi pengumpulan Minyak Jelantah dari jutaan rumah tangga dan bisnis adalah tantangan, tetapi juga peluang ekonomi baru.
Kebijakan dan Regulasi
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen mendukung transisi energi ini. Uji coba sukses penerbangan komersial pertama di Indonesia dengan SAF (seperti yang dilakukan oleh Pelita Air) membuktikan kesiapan teknologi dan regulasi dalam negeri. Rencana untuk mewajibkan pencampuran SAF pada penerbangan internasional menunjukkan keseriusan Indonesia untuk menjadi pemain kunci dalam pasar bioavtur global.
Menumbuhkan Ekonomi Sirkular
Proses daur ulang Minyak Goreng bekas menjadi bahan bakar jet menciptakan rantai nilai baru:
-
Pekerjaan Baru: Lahirnya pekerjaan di sektor pengumpulan dan pengolahan limbah.
-
Pendapatan Tambahan: Rumah tangga dan UMKM dapat menjual Minyak Jelantah mereka daripada membuangnya, menciptakan pendapatan sampingan.
-
Keamanan Energi: Mengurangi ketergantungan pada Avtur impor berbasis fosil.
Penerbangan Masa Depan dengan Minyak Jelantah
Transformasi Minyak Jelantah dan Minyak Goreng bekas menjadi Avtur Hijau bukan hanya pencapaian teknis yang luar biasa, tetapi juga sebuah model bagaimana limbah dapat menjadi aset berharga dalam perjuangan melawan perubahan iklim.
Dengan setiap liter Avtur Hijau yang diproduksi dari Minyak Jelantah, kita tidak hanya membersihkan dapur dan saluran air dari limbah, tetapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca di langit. Konsep Minyak Jadi Avtur telah mengubah Minyak Jelantah dari masalah lingkungan menjadi sumber daya strategis untuk energi penerbangan yang berkelanjutan. Indonesia, dengan potensi bahan baku yang melimpah dan komitmen teknologi, berada di garis depan revolusi energi ini, membawa kita selangkah lebih dekat menuju masa depan penerbangan yang lebih hijau dan bersih.

